Minggu, 23 Oktober 2011

PUSTAKAWAN

ARTIKEL
PSIKOLOGI PERPUSTAKAAN

Judul :
“GEJOLAK PUSTAKAWAN”

Oleh :
MARIA DESI SWISTA DEWI
A2D009095


UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS ILMU BUDAYA S1 ILMU PERPUSTAKAAN
2010



“Gejolak Pustakawan”
Psikologi
Psikolologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa. Asal mula kata psikologi berasal dari bahasa Yunani, yang mana “psyche” berarti jiwa dan “logos” berarti pengetahuan. Dari arti kata tersebut maka beberapa filosof mengartikan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa. Banyak perbedaaan pendapat mengenai ilmu psikologi tapi dari kesemuanaya memiliki kesamaan yaitu mempelajari tentang jiwa.

Ki Hajar Dewantara mengatakan psikologi adalah ilmu jiwa manusia. Dapat diartikan bahwa jiwa adalah kekuatan yang menjadi penggerak manusia. Sedangkan menurut Aristoteles, psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kehidupan. Dalam Ilmu Psikologi tidak hanya membahas tentang kehidupan manusia saja akan tetapi semua makhluk hidup di dunia ini. Berdasarkan pendapat Aristoteles, ilmu jiwa dibagi menjadi tiga Anima yaitu anima vegetative (tumbuhan), anima sensitive (hewan) dan anima intelektiva (manusia).

Meskipun dari jaman dahulu hingga sekarang tidak ada kesepakatan mengenai pengertian jiwa, namun dari banyak filosof atau para ahli, mendefinisikan bahwa Ilmu Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.
Perpustakaan
Perpustakaan adalah sebuah gedung yang didalamnya terdapat bahan pustaka (baik buku maupun non buku), sebagai tempat recreasi, penelitian, pendidikan, pusat informasi serta terdapat pustakawan dan pemustaka. Dari pengertian tersebut banyak yang dapat dipelajari mengaenai psikologi dari masing-masing bagian dari perpuastakaan, sehingga muncul ilmu yang disebut  psikologi perpustakaan. Salah satunya mengenai kepustakawanan yang merupakan bagian terpenting dari perpustakaan.

“Pustakawan” kata yang sering kita dengar dilingkungan perpustakaan. Sampai saat ini masih banyak yang mempertanyakan pekerjaan seorang pustakawan, “apakah pustakawan juga merupakan profesi?”. Banyak orang yang tidak suka bekerja sebagai pustakawan, karena mereka mengangap pekerjaan pustakawan sangatlah membosankan. Mereka selalu berfikir pustakawan hanya menata buku dan melayani peminjam. Menurut Sulistyo Basuki dalam bukunya dijelaskan bahwa pustakawan dapat dikatakan profesi atau tidak, hal ini tergantung terhadap tanggapan pustakawan terhadap profesi dan jasa yang diberikan pustakawan serta pandangan masyarakat terhadap pustakawan itu sendiri.
Bila seorang pustakawan ingin memperoleh kemajuan dalam bidang tugasnya, maka seharusnya seoarang pustakawan harus bertindak profesional sebagai pengelola perpustakaan selaku pendidik. Pustakawan harus bisa mengembangkan dan menciptakan perpustakaan sebagai tempat yang bukan hanya untuk sekedar tempat untuk membaca buku, melainkan bisa menjadi lembaga belajar non formal. Dengan kata lain pustakawan dapat berperan menjadi seorang pendidik bagi masyarakat pembaca. Hal ini dapat ditonjolkan dalam lingkungan pendidikan, seperti Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Disini seorang pustakawan akan memiliki peranan penting dalam kegiatan proses belajar, karena perpustakaa merupakan sumber media utama belajar.
Berdasarkan Undang-undang RI no 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dijelaskan pada pasal 29 samapi 37 mengenai kepustakawanan tentang ketenagaan perpustakaan, tugas-tugas pustakawan, pendidikan dan organisasi profesi. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa profesi pustakawan bukan profesi yang ecek-ecek yang sembrang orang bisa menjadi seorang pustakawan. Jadi siapa pun yang telah menjadi pustakawan atau yang belum, tidak perlu takut akan profesi pustakawan.
Pernyataan di atas memang benar, akan tetapi dalam implikasinya dalam dunia kerja berkata lain. Banyak pustakawan yang mengalami ketidakadilan dari masyarakat atau lembaga institusi perpustakaan bernaung. Pustakawan bisa dikatakan “anak tiri”. Hal ini bukan hanya satu atau dua pustakawan yang mengalami. Ada kisah nyata problem pustakawan yang terjadi dilingkungan perusahaan besar. Dalam kisah ini begitu jelas bahwa mereka menganggap rendah profesi seorang pustakawan.
Ada seorang pustakawan yang sudah mmelaksanakan tugasnya sesuai peraturan yang berlaku di perpustakaan tersebut. Pustakawan melakukan pemblokiran terhadap seoarang pelanggan, sebut saja Si “A”. Pustakawan ini melakukan tugasnya dengan benar karena Si-A sudah melanggar peraturan yang berlaku diperpustakaan. Beberapa hari setelah pemblokiran ada seseorang yang menelpon kebagian pusat perpustakaan dan meminta membatalkan pemblokiran tersebut. Pimpinan perpustakaan tidak bisa mengambil keputusan sebelah pihak dengan menyetujui permintaan si penelpon, walaupun penelpon memiliki pengaruh besar di PT. Kemudian pimpinan memanggil pustakawan yang telah melakukan pemblokiran terhadap Si A dan pustakawan menjelaskan duduk perkaranya. Pimpinan perpustakaan menerima penjelasan pustakawan dan membenarkanya. Beberapa menit kemudian si penelpon menghubungi kembali dan tetap minta untuk membatalkan pemblokiran, apapun alasanya. Pimpinan berusaha untuk tidak mangabulkan permintaan si penelpon, akan tetapi dengan kekuasaan yang dimiliki si penelpon, akhirnya pimpinan perpustakaan menerima untuk menarik kembali pemblokiran dan menyuruh pustkawan membatalkanya. Pustakawan tersebut berusaha untuk tidak menyetujui keputusan pimpinanya, tapi apa daya ketika pimpinan perpustakaan mengatakan “turuti ja permintaannya, apa kuasa kita?.., hanya seoarang pustakawan biasa..!”, dengan hati sangat kecewa dan marah pustakwan itu melaksanakan perintah pimpinanya. Dalam hati berkata “ ya Allah kuatkanlah kami sebagai pustakawan dan tunjukkan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah”.
Kisah kedua, seorang pustakawan sekolah di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta menuliskan sebuah pengalamanya nyata ketika menghadiri acara tentang kepustakawanan yang bertema “ Seleksi Pustakawan Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2010”. Nampak bahwa pustakawan belum banyak dikenal orang banyak, ini terbukti saat seorang pustakawan mengadiri acara tersebuat ada ibu-ibu yang tampak berpendidikan tapi tidak tahu apa itu pustakawan. Ibu itu bertanya pada pustakawan tersebut seperti ini, “mas pustakawan itu apa? Trus apa tugasnya? Kok ada lomba pustakawan? Yang dilombakan apa?” . Tapi sayang pustakawan tersebut belum sempat menjawab pertanyaan si Ibu-ibu itu. Dia hanya berkata dalam hati, “kasihan banget ya nasib pustakawan Indonesia, padahal kalau di luar negeri (Amerika, inggris) pustakawan bisa setaraf professor lho”.
Berikut cerita menarik di lingkungan pegawai negeri sipil yang menyebabkan imej pustakawan menjadi sangat rendah. “ Kenapa hal ini bisa terjadi?” Terbukti bahwa selama ini di daerah pegawai negeri sipil yang ditempatkan dikantor perpustakaan umum (baik UPTD atau berdiri sendiri)  biasanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kategori ;
1.      pegawai bermasalah
2.      pegawai buangan
3.      pegawai tak berprestasi
4.      pejabat yang mengalami sakit berat
5.      pejabat yang menjelang pensiun
6.      dan tempat persinggahan sementara bagi calon pejabat yang akan naik jabatan
Dari keenam pernyataan tersebut membuktikan betapa rendahnya profesi seorang pustakawan. “Apakah kita akan terus menerima nasib seperti ini selamanya? tentu tidak!”. Pustakawan yang selalu menjadi anak tiri di lingkungan keprofesian akan segera berakhir. Sebagai pustakawan harus optimis bahwa nasib pustakawaan Indonesia akan mendapatkan hak yang sama selayaknya pegawai negeri sipil dan pegawai-pegawai yang lain.
Profesi
Pustakawan adalah profesi, maka untuk menjadi pustakawan perlu criteria-kriteria tertentu yang berkaitan dengan bidang-bidang tertentu sesuai dengan yang akan dikerjakan. Menurut Sulistyo Basuki, profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari teori dan bukan saja praktek dan diuji dalam bentuk ujian dari sebuah universitas atau lembaga yang berwenang serta memberikan hak kepada yang bersangkutan untuk berhubungan dengan nasabah. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah tenaga profesi yang salah satu kriterianya adalah memiliki ijasah atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan fungsioaal tentang kepustakawanan dan mendapatkan sertifikat.
Sejak tahun 80an mungkin hingga sekarang, pustakawan masih diangkap pegawai buangan atau dianggap rendah oleh masyarakat. Padahal hal ini sangatlah salah jika sampai saat ini masih beranggapan pustakawan adalah penjaga buku yang kerjaanya hanya merapikan dan membersihkan buku-buku tua yang usang . Dari pengertian yang diuraikan Sulistiyo Basuki terbukti pustakawan bukan profesi yang buruk atau profesi yang memalukan, karena saat ini pekerjaan pustakawan lebih bergengsi, hampir setiap hari pustakawan selalu berhadapan dengan teknologi, mengotak-atik softwere, input informasi-informasi dan pengetahuan-pengetahuan terbaru serta selalu berhubungan dengan masyarakat luas.
Kode etik
Masalah etika bukan sesuatu yang baru bagi kehidupan umat manusia, tetapi menjadi hal penting yang harus selalu diperhatikan. Tidak terkecuali dalam lingkup kerja perpustakaan, pustakawan yang merupakan bagian penting perpustakaan dituntut memiliki etika agar tercipta interksi yang harmonis dan suasana kerja yang kondusif. Masalah etika pada profesi pustakawan juga diatur dalam suatu kode etik yang disebut Kode Etik Pustakawan. Kode etik adalah sistem norma, nilai, dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan mana yang benar dan yang baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional (Wiji Swarno, 2010:92). Kode etik pustakawan merupakan pijakan awal bagi para profesionl di bidang perpustakaan (pustakawan) dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga pustakawan tidak bisa seenaknya dalam bekerja, mereka harus bisa bersikap professional dalam mengemban tugas-tugas yang diperoleh di perpustakaan.
Sebagai generasi muda Indonesia calon pustakawan, janganlah takut untuk terus maju menjadi pustakawan yang berkopeten dan professional.  Pustakawan bukan hanya sebagai pemberi atau penerima informasi, tetapi pustakawan diharapkan juga sebagai pendidik bagi masayarakat pembaca maupun umum. Dengan adanya UU ketenagaan kerja perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, sudah jelas bahwa profesi pustakawan bukan “anak tiri” lagi dalam dunia keprofesian. Pustakawan harus selalu percaya diri dalam mengemban tugasnya dan bisa membuktikan pada masyarakat bahwa pustkawan bukan profesi yang terisolasi dan memlukan.












Sumber - sumber:
Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991
Walgito, Bimo. Peangantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi, 2004
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007
Suwarno, Wiji. Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010



Minat Baca


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian
Buku adalah jendela dunia. Hal ini membuktikan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan yang harus dijadikan suatu kebiasaan setiap orang. Kerena dengan membaca akan menambah wawasan atau pengetahuan kita. Tetapi tidak dapat kita ungkiri bahwa kebiasaan membaca belum menjadi sebuah kebudayaan bagi kita. Kalau kita lihat membaca seperti pekerjaan yang tidak sulit, tapi pada kenyataannya membiasakan diri untuk membaca sangatlah sulit. Maka perlu suatu pembinaan yang ketat untuk menciptakan suatu kebuadayaan membaca.
Membaca adalah kemampuan yang terpenting bagi seseorang, karena dapat membuka wawasan terhadap banyak pengetahuan. Jutaan anak yang menghabiskan waktu di depan televisi ataupun video game sering gagal untuk meningkatkan kemampuan membaca mereka. Sehingga mereka gagal mempelajari banyak hal yang berharga. Hasil penelitian menunjukkan banyak pelajar SMA bahkan perguruan tinggi yang tidak sanggup membaca pada tingkat paling dasar agar sukses dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Penelitian menunjukkan bahwa keterampilan membaca harus mulai dikuasai seorang anak sejak dini. Mengajar anak untuk membaca adalah tugas utama yang penting.
1.2 Tujuan dan manfaat Pembinaan Minat Baca
Dengan adanya pembinaan, baik diberikn sejak dini,melalui lembaga sekolah seperti SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi ataupun melalui pembinaan masyarakat umum, diharapkan kebiasaaan membaca menjadi suatu pekerjaan yang harus dilakukan tanpa adanya tekanan atau keterpaksaan serta membaca menjadi kebudayaan bagi masyarakat Indonesia.



BAB II
TINJAUAN MATERI
2.1 Pembinaan Minat Baca Sejak Dini
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya cerdas dan pintar. Kecerdasan dan kepintaran tidak bisa datang begitu saja, tetapi, perlu harus ditemukan dalam jiwa seorang anak. Maka perlu suatu pembinaan yang spesifik dari orang tua. Seperti yang sering kita dengar, pepatah mengatakan bahwa “ banyak membaca, banyak ilmu”, maka kecintaan dan kebiasaan membaca merupakan kunci sukses menuju cerdas dan pintar.
Kemampuan baca menjadi suatu fungsi yang tertingi dan menjadi pembeda manusia denagan makhluk lainnya. Banyak membaca menjadikan seseoarnag memiliki ilmu pengethuan luas, bijaksanaan, dan memiliki nilai-nilai lebih dibandingkan orng yang tidak suka membaca atau yang hanya sekedar suka membaca bacaan-bacaan yang tidak berkwalitas. Baca atau membaca untuk anak dapat diartikan sebagai kegiatan menelusuri, memahami, hingga mengeksplorasi berbagai symbol. Seorang anak yang masih berusia dua tahun, ketika membuka buku bergambar dan kemudian dia menyebutkan nama gambar tersebut, maka anak tersebuat dikatakan sedang membaca.
Ketika orang tua mulai mengajari anak membaca yang diberikan sejak umur satu atau dua tahun, langkah yang dilakuakan pertama dapat dengan cara menunjukkan satu atau dua huruf yang berwarna cerah. Menggunakan huruf-huruf ini sebagai mainan bagi anak-anak namun kita dapat sedikit menekankan kepada anak dengan menyebutkan nama huruf tersebut kepadanya setiap kali mereka mengamati huruf tersebut. Menambahkan satu huruf secara per lahan ketika semakin tumbuh dewasa. Sedikit demi sedikit anak-anak akan mulai mengidentifikasi huruf-huruf tersebut walaupun mereka belum bisa membaca.



v  Tiga Langkah Pertama Membaca

1.Perkenalkan dan sebutkan setiap huruf anak-anak
2.Sebut nama huruf-huruf dengan urutan kiri ke kanan
3.Bantulah anak-anak mengerti bahwa huruf tercetak menggambarkan suara yang diucapkan
Setelah sang anak mengetahui semua huruf, maka tahap selanjutnya adalah memperkenalkan huruf-huruf tersebut pada urutan yang tepat. Di Indonesia kebiasaan membaca adalah dari kiri ke kanan. Maka susunlah huruf-huruf tersebut dari kiri ke kanan. Ketika anak sudah mulai berbicara, mintalah ia menyebutkan huruf-huruf tersebut dengan urutan dari kiri ke kanan.
Setelah seorang anak mengenali semua huruf, mulailah dengan mulai mengajarkan mengenal kata. Salah satu cara terbaik adalah dengan memperkenalkan namanya. Misalnya dengan menyusun huruf-huruf yang membentuk namanya. Lalu orang tua mengucapkan susunan huruf-huruf tersebut serta namanya. Ketika ia mulai lancar mengucapkan namanya, tambahkan kata lain yang mudah dimengerti seperti papa, mama, atau kata lainnya. Lakukan semua hal tersebut dalam kondisi santai dan juga dalam suasana bermain.
Selain itu, Orang tua juga dapat membacakan sebuah cerita dalam buku yang memiliki gambar dengan warna yang cerah. Anak-anak akan lebih terbiasa membaca jika Orang tua sering membacakan buku yang menarik kepada anak-anak yang masih kecil. Dengan demikian mereka akan semakin mengerti bahwa huruf-huruf tersusun menjadi kata yang memiliki ucapan dan arti tersendiri. Agar kegiatan ini tidak membosankan, ketika membacakan cerita dilakukan dengan mengekspresikanya. Gunakan intonasi suara sesuai karakter tokoh yang ada. Orang tua juga dapat menggunakan bahasa tubuh yang sesuai atau melakukan efek drama seperti tertawa, berbisik, menjerit atau merengek untuk membuat anak berimajinasi.Waktu yang paling baik untuk membacakan buku adalah saat anak menjelang tidur. Sisihkan 15 menit sampai 20 menit untuk mebacakannya karena pada saat inilah daya ingat anak semakin kuat.
2.2 Pembinaan Minat baca melalui lembaga Sekolah
Pembinaan minat baca dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di bawah ini dijelaskan pegertian lembaga pendidikan yang merupakan lembaga sekolah. Melalui lembaga pendidikan sekolah akan lebih mudah dalam penyampaian pembinaan minat baca anak atau siswa, karena disetiap lembaga sekoalah pasti terdapat sebuah perpustakaan sekolah. Fungsi perpustakaan sekolah tersebut adalah sebagai sumber utama belajar sehingga perpustakaan sekolah tersebut dapat membangkitkan dan maningkatkan minat baca siswa. Di bawah ini tingkatan lembaga pendidikan sekolah pada umumnya.
a.       Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD adalah jenjang pendidikan paling awal. Jenjang pendidikan ini memang tidak wajib diikuti seorang anak, mengingat orang-tua juga memiliki kemampuan penuh untuk melakukannya. Pada jenjang ini, anak akan dibina agar siap memasuki pendidikan umum. Karena itu, pada jenjang ini lebih ditekankan untuk merangsang pikiran anak dan perkembangan jasmani seorang anak.
  1. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang wajib diikuti seorang anak selama 9 tahun. Pendidikan ini merupakan awal dari pendidikan seorang anak karena melatih seorang anak untuk membaca dengan baik, mengasah kemampuan berhitung serta berpikir. Pendidikan dasar mempersiapkan seorang anak untuk memasuki jenjang pendidikan menengah.
c.       Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah diselenggarakan selama 3 tahun. Beberapa jenis pendidikan menengah juga telah mempersiapkan seseorang memiliki keterampilan tertentu untuk dipersiapkan langsung ke lapangan kerja.

d.      Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Pendidikan tinggi diselenggarakan di perguruan tinggi.
Sebelum pembinaan dilakukan,guru maupun pustkawan perpustakaan sekolah harus mengetahui prinsip-prinsip membaca terlebih dahulu. Ada  beberapa  prinsip  membaca  yang  perlu  diperhatikan  oleh  guru dan pustakawan dalam membina dan mengembangkan minat baca para  siswa adalah sebagai berikut :
A. PRINSIP-PRINSIP MEMBACA
1.  Membaca merupakan proses berpikir yang kompleks
Hal  ini  terdiri  dari  sejumlah  kegiatan  seperti  memahami  kata-kata atau  kalimat yang  ditulis  oleh  pengarang,  menginterpretasikan konsep-konsep pengarang serta menyimpulkannya.
2.  Kemampuan membaca tiap orang berbeda-beda.
Setiap  orang  memiliki  kemampuan  membaca  sendiri-sendiri bergantung  pada beberapa  factor  misalnya  tingkatan  kelas, kecerdasan,  keadaan  emosi,  hubungan  social  seseorang,  latar belakang  pengalaman  yang  dimiliki,  sikap,  aspirasi,  kebutuhan-kebutuhan hidup seseorang, dan sebagainya.
3.  Pembinaan kemampuan membaca atas dasar evaluasi
Pembinaan  tersebut harus dimulai atas dasar hasil evaluasi  terhadap kemempuan membaca orang yang bersangkutan.
4.  Membaca harus menjadi pengalaman yang memuaskan
Seseorang  akan  senang  jika  telah  berhasil  mempelajari  sesuatu dengan baik dan merasa puas atas hasil bacaannya.
5.  Kemahiran membaca perlu keahlianyang kontinyu
Agar  memiliki  kemahiran  membaca,  ketrampilan-ketrampilan  yang dibutuhkan dalam membaca perlu diperhatikan sedini mungkin sejak seseorang pertamakali masuk sekolah.
6.  Membaca yang baik merupakan syarat mutlak keberhasilan belajar.
Agar  memperoleh  keberhasilan  belajar,  seseorang  harus  membaca secara efisien.
B. METODE MEMBACA
     Ada beberapa metode yang yang harus dilakukan perpustakaan seklah dalam pelayanan pembinaan minat baca.
1.      Usaha untuk menarik pembaca
Untuk menarik  pembaca  agar  datng  ke  Perpustakaan  dan memiliki kegemaran membaca  hendaknya  dilakukan  oleh  pustakwan  dengan cara :
a.       Kunjungan Perpustakaan
Dengan  kunjungan  ini  diharapkan  pengunjung  perpustakaan memperoleh informasi dengan melihat sendiri dan mengamati secara  teratur sehingga mengetahui koleksi Perpustakaan dan menimbulkan  rasa  ingin  membaca  atau  meminjam  buku  di perpustakaan.
b.  Publikasi
Perlu  adanya  wadah  untuk  memberitahukan  pada  pemakai Perpustakaan  tentang  adanya  buku-buku  baru  dan  buku referensi baru. Hal ini bisa dilakukan melalui tulisan, petunjuk brosur dan tulisan lain. 
c.  Pameran
Pameran  dilakukan  untuk  memperkenalkan  koleksi  yang tersedia di perpustakaan. Ada dua macam jenis pameran :
v  Pameran  berkala,  yaitu  pameran  yang  diadakan secara  periodik  di  perpustakaan.  Buku-buku  yang dipamerkan  harus  diganti  secara  teratur  biar  tidak membosankan.
v  Pameran  sementara,  yaitu  pameran  yang  diadakan untuk sementara waktu. Pameran ini pada umumnya penyelenggaraannya  dikatkan  dengan  peristiwa-peristiwa  khusus  seperti  konggres,  seminar,  hari nasional, dan sebagainya.
d.  Rangsangan kegiatan membaca
Untuk  merangsang  kegiatan  membaca  di  sekolah  perlu diadakan  diskusi,  kegiatan  ilmiah  remaja,  ceramah, pembacaan puisi atau prosa, dan sebagainya.
2.  Bimbingan membaca
Ada  beberapa  kegiatan  yang  perludiberikan  dalam  rangka menggiatkan minat baca antara lain :
a.  Pemakaian Perpustakaan
Dalam  hal  ini  pustakawan  perlu  memperkenalkan  macam-macam  bahan  pustaka  dengan menerangkan  bahwa  tiap-tiap bacaan  mempunyai  informasi    yang  berbeda  tujuan  dan fungsinya.
b.  Cara membaca yang baik dan membuat laporan
Dalam  melakukan  kegiatan  ini  ada  dua  cara  yang  perlu diperhatikan yaitu : 
-  Cara  membaca  untuk  mengerti,  memakai  dan membaca cepat.
-  Cara membaca dilihat dari gerak mata, posisi badan, dan arah sinar yang baik.
c.  Perlunya digiatkan pelajaran mengarang dan bercerita
Jika  siswa-siswa  diberi  tugas  mengarang  oleh  guru  bahasa mereka pasti mereka  akan mencari bahan  yang  berhubungan dengan tugas yang diberikan oleh guru.
d.  Membuat kliping 
Pembuatan  kliping  ini  dapat  membantu  merangsang  minat baca  siswa Karena  dengan membuat  kliping mau  tidak mau siswa  harus  membaca  untuk  mengelompokkan  kliping tersebut sesuai dengan subyeknya.Pembuatan majalah dinding Di  sekolah perlu diadakan majalah dinding  agar  siswa dapat berkreasi, suka membaca dan menulis.
f.  Jam buka Perpustakaan
Jam  buka  Perpustakaan  ini  perlu  ditetapkan  untuk membiasakan siswa mengunjungi Perpustakaan.
g.  Adanya pelayanan referral
Pelayanan  referral  ini  dilakukan  dengan  mengadakan hubungan  kerjasama  dengan  Perpustakaan  lain.  Jika  siswa tidak  dapat menemukan  informasi  di  Perpustakaan  setempat maka bias mencari di Perpustakaan lain.
h.  Pembuatan karya tulis untuk kelas 3 SMU
Penulisan  karya  tulis  ini  perlu  diupayakan  secara  terus-menerus.
3.  Petugas Perpustakaan (Pustakawan)
Pustakwan  hendaknya  bersikap  ramah,  mempunyai  disiplin  kerja yang tinggi, terbuka, suka menolong dan menyenangkan pembaca.
4.  Fasilitas Perpustakaan
Perpustakaan  yang mempunyai  fasilitas  yang  cukup memadai  akan membawa  pengaruh  yang  baik  terhadap  pemakainya.  Adapun fasilitas-fasilitas  tersebut  antara  lain  :  koleksi  buku  yang  cukup memadai, perabot, penerangan yang cukup baik, sirkulasi udara yang cukup  baik,  adanya  ruang  diskusi/ceramah,  ruang  pandang  dengar, toilet, dan sebagainya.
C. DIMENSI DAN PENGEMBANGAN MINAT BACA SISWA
Ada tiga dimensi pengembangan minat baca yang perlu dipertimbangkan antara lain : 
1.  Dimensi edukatif pedagogik
Dimensi  ini  menekankan  tindak  tanduk  motivasional  apa  yang dilakukan  oleh  para  guru  di  kelas,  untuk  semua  bidang  studi  yang pada  akhirnya  para  siswa  tertarik  dan  memiliki  minat  terhadap kegiatan membaca untuk  tujuan apa saja. Karena pengajaran saat  ini adalah  berpusat  pada  anak  didik  maka  pengembangan  minat  baca hendaknya dimulai dari aktivitas belajar sehari-hari di kelas.
2.  Dimensi sosio cultural
Dimensi  ini  mengandung  makna  bahwa  minat  baca  siswa  dapat digalakkan  berdasarkan  hubungan  social  dan  kebiasaan  anak  didik sebagai  anggota  masyarakat,  misalnya  dalam  masyarakat paternalistic,  orang  tua  atau  pemimpin  slalu menjadi  panutan.  Jika yang dijadikan panutan memiliki minat baca yang tinggi, maka dapat diprediksi  bahwa  anak  juga  dengan  sendirinya  terbawa  situasi tersebut, artinya anak akan memiliki kegemaran membaca juga.

3.  Dimensi perkembangan psikologis
Anak usia sekolah pada jenjang SLTP (usia 13-15 tahun) merupakan usia  anak menjelang  remaja,  tahap  akhir masa  ini  didominasi  oleh fungsi penalaran secara  intelektual  (Soemanto, 1987). Pada masa  ini perlu  dipertimbangkan  secara  sungguh-sungguh  dalam  upaya memotivasi kegemaran membaca siswa.
D. PERAN  PERPUSTAKAAN  DALAM  MEMBINA  MINAT  BACA  ANAK DIDIK
     Perpustakaan mempunyai  peranan  yang  sangat  penting  dalam membina dan menumbuhkan kesadaran membaca. Kegiatan membaca tidak bias dilepaskan dari keberadaan dan  tersedianya bahan bacaan yang memadai baik dalam  jumlah maupun  dalam  kualitas  bacaan.  Peran  yang  dapat  dilakukan  oleh  Perpustakaan dalam menciptakan  tumbuhnya kondisi minat baca di  lingkungan sekolah adalah sebagai berikut : 
1.  Memilih bahan bacaan yang menarik bagi pengguna Perpustakaan.
2.  Menganjurkan  berbagai  cara  penyajian  pelajaran  di  sekolah  yang dikaitkan dengan tugas-tugas di Perpustakaan.
3.  Memberikan  berbagai  kemudahan  dalam  mendapatkan  berbagai bacaan yang menarik untuk pengguna Perpustakaan. 
4. Memberikan  kebebasan membaca    secara  leluasa  kepada  pengguna Perpustakaan.
5.  Perpustakaan perlu dikelola dengan baik agar pengguna merasa betah dan senang berkunjung ke Perpustakaan.
6.  Perpustakaan perlu melakukan berbagai promosi kepada masyarakat berkaitan  dengan  pemanfaatan  Perpustakaan  dan  berkaitan  denganpeningkatan minat dan kegemaran membaca siswa.
7.  Menanamkan  kesadaran  dalam  diri  pemakai  Perpustakaan  bahwa membaca sangat penting untuk mencapai keberhasilan sekolah.
8.  Melakukan  berbagai  kegiatan  seperti  lomba  minat  dan  kegemaran membaca  untuk  anak  sekolah.  Lomba  ini  biasanya  diadakan  oleh Perpustakaan  sekolah  bekerjasama  dengan  Departemen  Pendidikan Nasional, atau dengan Perpustakaan Umum
2.3 Pembinaan Masyarakat Umum
  Pembinaan minat baca juga dapat dilakukan melalui masayarakat umum atau masayarakat pengguna. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui perpustakaan-perpustakaan oleh para pustakawan. Perpustakaan merupakan tempat untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat yang dilayaninya (pemustaka). Dengan program-program yang dibuatnya, perpustakaan menjadi pelopor dalam menarik minat masyarakat supaya dekat dengan sumber informasi. Dan pustakawan berperan sebagai agen perubahan untuk menciptakan masyarakat membaca (reading society) sebagai salah satu pilar utama menuju masyarkat belajar (learning society).













BAB III
PEMBAHASAN/INOVATIF
3.1 Pelatihan Membangkitkan Minat Baca
            Perpustakaan Sekolah adalah perpustakaan yang berada pada lembaga sekolah yang merupakan unit kerja dari sekolah yang bersangkuatan dan merupakan sumber belajar utama untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.Sedangakan perpustakaannya sendiri merupakan tempat yang dapat meningkatkan dan membangkitkan minat baca masayarakat. Pemerintah mewajibkan semua lembaga pendidikan sekolah, supaya memiliki perpustakaan sekolah yang berfungsi sebagai sumber utama dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan minat baca serta memudahkan siswa maupun guru dalam mencari dan memperoleh informasi.
Fakta atau realita yang terjadi dilapangan tidak seperti yang diharapkan. Pembinaan minat baca bisa dilakukan sejak anak masih usia balita, dan ini merupakan tugas utama orang tua dalam mendidik anak-anak mereka untuk menjadi generasi yang cerdas dan pintar. Tetapi tanpa mereka sadari mereka telah melalaikan tugas tersebut, mereka lebih mempercayakan pendidikan anak adalah dimulai ketika anak masuk sekolah. Padahal kalau kita tahu, daya serap otak anak yang paling cepat adalah ketika mereka berusia 2 tahun. Kebiasaan buruk orang tua seperti ini telah menjerumuskan anak mereka sendiri yang menjadi generasi yang kurang pengetahuan dan informasi. Jadi orang tua pun seharusnya juga perlu meningkatkan kebiasaan membaca mereka guna menciptakan keluarga yang cerdas dan anak-anak yang berpotensial.
Kebiasaan membaca dilingkungan sekolah juga masih sangat rendah. Kalau kita lihat sekolah adalah tempat utama untuk menuntut ilmu, tapi pada kenyataannya budaya membaca yang seharusnay menjadi dasar utama untuk  mendapatkan informasi dan pengetahuan baru, sampai saat ini pun guru juga kurang memotifasi murid-murid mereka untuk membiasakan membaca. Perpustakaan sekolah seakan-akan hanya sebagai sumber belajar penunjang bagi siswa. Padahal kalau setiap sekolah benar-benar menggunakan perpustakaan sekolah sesuai dengan tujuan diadakanya perpustakaan sekolah, mungkin siswa maupun guru akan lebih mudah mengakases informasi yang mereka inginkan. Dengan membiasakan siswa membaca juga dapat membantu mereka untuk selalu berusaha mencari informasi-informasi yang baru dari buku.
Pembinaan minat baca disekolah dapat dilakukan oleh pustakawan secara langsung kepada siswa atau dengan bantuan guru-guru. Karena siswa biasanya lebih mendengarkan ucapan, perintah dan ajaran yang diberikan guru dari pada pustakawan itu sendiri. Untuk mengajak siswa supaya senang membaca tidak cukup dengan pembinaan tetapi harus didukung dengan koleksi perpustakaan yang menarik dan perpustakaan sekolah yang nyaman.
Kalau kita meliha pada masyarakat umum, membangun kebiasaan membaca memang tigak mudah. Tidak hanya dengan memberi pembinaan atau dengan membeli buku dan membuat perpustakaan, akan tetapi bukan juga sebuah pekerjaan yang  sulit untuk dilakukan. Pada zaman informasi seperti yang tengah terjadi sekarang ini, menemukan sumber informasi bukanlah pekerjaan yang sulit, akan tetapi minat baca masyarakat tetap saja rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya minat baca bukan hanya diakibatkan oleh ketiadaan sumber informasi semata, akan tetapi merupakan kondisi psikologis seseorang. Untuk itu membangun kebiasaan membaca harus dimulai dari membangun kepribadian individu, dan apabila ingin membangun masyarakat membaca, harus melakukan sebuah upaya yang membangun kepribadian atau budaya masyarakat menjadi masyarakat yang gemar membaca.
Timbulnya selera membaca disebabkan oleh adanya koleksi yang beragam dan variatif. Selanjutnya selera membaca ini akan menimbulkan minat baca, yang kalau diulang terus-menerus akan menghasilkan kebiasaan membaca. Faktor utama untuk menumbuhkan minat baca adalah koleksi. Sedangkan yang kita ketahui selama ini, hampir semua bentuk program dan kegiatan pembinaan minat baca yang ditawarkan oleh Perpustakaan Nasional juga bersifat pemaksaan yaitu dengan kegiatan yang diwajibkan atau diharuskan. Di samping itu juga diberikan kegiatan-kegaitan yang bersifat rangsangan seperti lomba, dll. Semua kegiatan itu berasal dari luar diri masyarakat dan peserta didik. Bukan berdasarkan pada kesadaran mereka sendiri, sehingga kebudayaan membaca masih sangat sulit untuk dilakukan.

BAB IV
 PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Berbagai upaya sudah dilakukan guna meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Pembinaan atau pelatihan-pelatihan dilakukan dimana-mana, baik melalui lembaga sekolah maupun melalui masyarakat umum. Pembinaan minat baca seharusnya dilakukan sejak dini, karena masa anak-anak daya serap otak sangat tinggi selain itu kebiasaana yang dimulai sejak dini akan dibawa sampai kemasa dewasa. Kalau Hal ini dilakukan dengan sungguh-sungguh maka lamban laun budaya membaca akan menjamur di Indonesia. Maka membaca sangat penting untuk dilakukan dan dijadikan sebuah kebiasaan, karena dengan membaca akan memperoleh banyak informasi serta dapat menciptakan masyarakat yang cerdas dan potensial.
4.2 SARAN
Untuk mengatasi rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, perlu dilakukan pembinaan-pembinaan yang lebih ketat, baik dilingkungan masyarakat umum maupun lingkunan sekolah dan ini juga perlu dilakukan sampai kepelosok-pelosok pedesaan. Hal ini merupakan tugas Pemerintah, sehingga pemerintah harus lebih memperhatiakan masyarakatnya yang kurang memahami pentingnya budaya membaca. Selain itu orang yang berperan penting dalam pembinaan membaca adalah orang tua. Maka diharapkan orang tua akan lebih memperhatikan perkembangan anak mereka dalam proses belajar membaca karena orang tua akan lebih mudah menanamkan kebiasaan membaca ketika anak mereka masih diusia didini.




DAFTAR PUSTAKA
Soedarso. Speed Reading “ sistem menbaca cepat dan efektif”. Jakarta : PT Gramedia  Pustaka Utama, 2006.
Sutan, Firmanawati. Menjadikan Anak Maniak Membaca. Jakarta : Puspa Swara, 2004.
Hernandono, dkk. Pedoman Perpustakaan Sekolah IFLA/ UNESCO=The IFLA/ UNESCO School library guideilines. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2007.